Sebagai prioritas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di tahun 2025, Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan dibahas. RUU ini diusulkan oleh Komisi III dan akan mengkaji hak tersangka serta sistem penahanan di Indonesia.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dalam konferensi pers di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, menyebutkan bahwa RUU tersebut akan meninjau implementasi hak tersangka dan terdakwa, yang seringkali diabaikan, terutama dalam kasus-kasus yang memiliki nuansa politis. Peninjauan meliputi akses keluarga, bantuan hukum, perawatan kesehatan, dan aspek lainnya.
Ruang Lingkup Pembahasan RUU KUHAP:
-
Prioritas Pembahasan: Hak tersangka dan terdakwa.
-
Peninjauan Mendalam: Operasionalisasi hak tersangka yang seringkali diabaikan dalam realita kasus.
-
Aspek yang Dikaji: Kemungkinan besuk keluarga, hak mendapat penasihat hukum, serta akses perawatan kesehatan.
Poin Penting Lainnya:
-
Perlindungan bagi Advokat: Pembahasan mengenai hak seorang advokat untuk mendampingi saksi dalam pemeriksaan.
-
Keterbatasan Penahanan: Diskusi tentang penahanan selama 120 hari dan dampaknya terhadap kemampuan seseorang untuk membela diri.
-
Praperadilan: Konsep praperadilan saat ini dinilai negatif dan akan dikaji ulang untuk diatur secara lebih aktif dalam RUU KUHAP.
Habiburokhman menegaskan bahwa pembahasan RUU KUHAP melibatkan beragam elemen masyarakat dan akan meninjau secara menyeluruh berbagai aspek yang perlu diperbaiki.